MAKALAH
KETERAMPILAN
DASAR KEBIDANAN II
tentang
“Masalah yang Terjadi pada Post
Operasi(pendarahan, infeksi, dehiscence) dan Cara Menjahit Luka
Operasi”
Pembimbing:
Suwarsih., S.ST
Penyusun :
Riska Wahyuningsih (1307.028/ II A)
Salmah Arrum Maisyah (1307.029/II A)
Siti Julaikah (1307.030/II A)
Tutus Rahmawati (1307.031/II A)
Ulil Lailati Nurfaizah (1307.032/II A)
Vivi Rodhiatus Zulfah (1307.033/II A)
Widya Rusmawardani (1307.034/II A)
Winda Nurayu Octaviani (1307.035/II A)
Windi Veriana (1307.036/II A)
Zulfi Isma Safitri (1307.037/II A)
AKADEMI
KEBIDANAN DELIMA PERSADA GRESIK
TAHUN AJARAN
2013/2014
KATA PENGANTAR
Dengan
memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Masalah yang Terjadi pada Post
Operasi(pendarahan, infeksi, dehiscence)
dan Cara Menjahit Luka Operasi”.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah
ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan
ini kami menyampaikan terima kasih banyak kepada :
1.
Bu Sri utami SST., M.Kes selaku direktur AKADEMI KEBIDANAN
DELIMA PERSADA GRESIK.
2.
Luluk Yuliati, S.Si.T selaku dosen pembimbing mata kuliah Keterampilan
Dasar Kebidanan.
3.
Teman-teman serta berbagai pihak yang mendukung dan membantu kami
dalam tugas ini.
Kami menyadari bahwa
dalam proses penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik secara materi
maupun cara penulisannya. Walaupun demikian, kami telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki, sehingga dapat menyelesaikan tugas
makalah ini. Oleh karenanya, kami dengan rendah hati dan tangan terbuka
menerima masukan, saran, dan usul dari berbagai pihak.
Akhir kata semoga
makalah ini dapat memberikan informasi, pengetahuan, serta pemahaman yang
komprehensif bagi semua pembaca.
Gresik
, 13 Februari 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR....................................................................................................2
DAFTAR
ISI....................................................................................................................3
BAB
I Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang..........................................................................................4
1.2.
Rumusan masalah......................................................................................4
1.3.
Tujuan
........................................................................................................4
BAB
II Pembahasan
2.1. Masalah yang Terjadi Saat Post Operasi.....................................................5
2.2. 4 Masalah Komplikasi Saat Post Operasi....................................................6
2.3. Tujuan Perawatan Post
Operas....................................................................8
2.4. Cara Menjahit dan Merawat Luka..............................................................9
BAB III
Penutup
3.1
.Kesimpulan..........................................................................................23
DAFTAR
PUSTAKA..........................................................................................25
BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang
menggunakan teknik invasi dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang
akan ditangani melalui sayatan yang diakhiri
dengan penutupan dan penjahitan luka, pembedahan dilakukan karena
beberapa alasan serta diagnostic.
Luka yang sering di temukan adalah
luka yang bersih tanpa kontaminasi,misal luka insisi yang tertutup, luka-luka
yang melibatkan saluran kemih, misal cecio caesaria dibawah sekmen bawah. Oleh
karena itu bidan harus pula mengetahui dan terampil dalam melakukan perawatan
luka pasca operasi. Dalam pengkajian luka harus memperhatikan kondisi klinis
ibu, waktu dan tempat operasi serta tampilan perawatan luka. Keputusan untuk
membalut luka kembali juga harus mencakup keputusan apakah kebersihan luka merupakan
tindakan yang di identifikasi.
1.2.
Rumusan
Masalah
2.
Apa saja masalah yang terjadi pada pasien saat post operasi?
3.
Apakah yang menyebabkan terjadinya pendarahan pada post oprasi?
4.
Apakah yang menyebabkan terjadinya infeksi pada post operasi?
5.
Apakah yang menyebabkan terjadinya dehiscence pada post operasi?
6.
Apa pengertian dari luka?
7.
Bagaimana cara mengatasi luka operasi?
1.3. Tujuan
1.
Agar mengetahui masalah yang
terjadi pada pasien saat operasi
2.
Agar mengetahui apa penyebab
terjadinya pendarahan saat post operas
3.
Agar mengetahui apa penyebab
terjadinya infeksi pada saat post operasi
4.
Untuk mengetahui penyebab
terjadinya dehiscence pada saat post opreasi
5.
Untuk mengetahui pengertian dari
luka
6.
Untuk mengetahui bagaimana cara
mengatasi luka operasi
BAB II
Pembahasan
2.1.
Masalah yang Terjadi Saat Post Operasi
Masalah selama operasi bisa muncul sewaktu waktu selama tindakan pembedahan. Komplikasi yang seringkali muncul adalah hipotensi, hipotermi dan hipertermi maligna.
2.1.1. Hipotensi
Hipotensi yang terjadi selama pembedahan biasanya di lakukan dengan pemberian obat obatan tertentu (hipotensi di induksi). Hipotensi ini memang di inginkan untuk menurunkan tekanan darah pasien dengan tujuan untuk menurunkan jumlah perdarahan pada bagian yang di operasi, sehingga memungkinkan operasi lebih cepat di lakukan dengan jumlah perdarahan yang sedikit. Hipotensi yang di sengaja ini biasanya dilakukan melalui inhalasi atau suntikan medikasi yang mempengaruhi system saraf simpatis dan otot polos perifer. Agen anastetik inhalasi yang bias di gunakan adalah halotan, Oleh karena adanya hipotensi diinduksi ini, maka perlu kewapadaan perawat unt uk hipotensi yang selalu membantu kondisi fisiologis pasien,trauma fungsi kardiovaskulernya agar hipotensi yang tidak di inginkan tidak muncul, dan bila muncul hipotensi sifatnya malhipotensi bias segera di tangani dengan penanganan yang adekuat.
2.1.2. Hipotermi
Adalah keadaan suhu tubuh di bawah 36,6c (normotermi : 36,6 37,5 c ). Hipotermi yang tidak di inginkan mungkin saja dialami pasien akibat suhu rendah di kamar operasi, (25 26,6C), infuse dengan cairan yang dingin, inhalasi gas gas dingin, kavitas atau luka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat obatan yang di gunakan ( vasodilator, anastetik umum, dan lain lain) Pencegahan yang dapat di lakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak di inginkan adalah atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal (25 26,6C) jangan lebih rendah dari suhu tersebut, cairan intravena dan irigasi di buat pada suhu 37C, gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera dig anti dengan gaun dan selimut yang kering. Penggunaan topi operasi juga dapat di lakukan untuk mencegah terjadinya hipotermi. Penatalaksanaan pencegahan hipotermi ini di lakukan tidak hanya pada saat periode intra operatif saja, namun juga saat pasca operatif.
2.1.3. Hipotermi malignanan
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang di operasi. Angka moralitasnya sangat tinggi dari 50%. Sehingga di perlukan piñatalaksanaan yang adekuat. Hipertermi malgnan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran ) dan relaksan otot (subsinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
Ketika di induksi agen anastetik, kalisium di dalam kantong sartoplasma akan di lepaskan ke membrane luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi secara normal, tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembalikan kalsium kedalam kantong sarkoplasma. Sehingga otot” akan kembali relaksasi. namun pada orang hipetermi malignan mekanisme ini tidak terjadi sehingga otot akan terus berkontraksi d n tubuh akan mengalami hipermetabiolisme. Akibatnya akan terjadi hipertermi malignan dan perusakan system syaraf pusat. Untuk menghindari mortalitas, maka segera di berikan oksigen 100%, natrium dantrolen, natrium bikarbonat dan agen relaksan otot. Lakukan juga monitoring terhadap kondisi pasien meliputi tanda tanda vital, EKG,elektrolit dan analisa gas darah.
2.2. 4 Masalah Komplikasi Saat Post Operasi
2.2.1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma,
selama pembedahan atau setelah pembedahan. Proses peradangan biasanya muncul
dalam 36 – 48 jam. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan
drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan denyut
nadi dan temperatur, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
Jenis infeksi yang
mungkin timbul antara lain :
1. Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan.
2. Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh : terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, sel darah putih).
3. Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke sistem limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotic.
1. Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan.
2. Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh : terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, sel darah putih).
3. Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke sistem limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotic.
2.2.2.
Perdarahan
Perdarahan dapat mengindikasikan
suatu jahitan yang lepas, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi
dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak
cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin
harus sering dilihat selama 24 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam
setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan
luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan
mungkin diperlukan.
2.2.3. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah
komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan
luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah
irisan. Sejumlah faktor meliputi: kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma,
gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi
resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari
setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan
eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar,
kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan
pada daerah luka.
2.2.4. Jaringan parut
Luka yang sembuh, kadang tidak dapat kembali
seperti semula dan meninggalkan jaringan parut. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya jaringan parut ini, antara lain luka yang lebar dan
dalam, luka yang memerlukan banyak tindakan untuk menyatukannya kembali dan
luka yang kotor atau terinfeksi.
Referensi : Luka dan Perawatannya (Ismail S.Kep, Ns, M.Kes), Manajemen Luka (Moya J. Morison, 2003).
Referensi : Luka dan Perawatannya (Ismail S.Kep, Ns, M.Kes), Manajemen Luka (Moya J. Morison, 2003).
2.3. Tujuan Perawatan Post
Operasi
Tujuan perawatan pasca operasi adalah
pemulihan kesehatan fisiologi dan psikologi wanita kembali normal. Periode
postoperatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang operasi sampai
pasien melanjutkan rutinitas normal dan gaya hidupnya. Secara klasik,
kelanjutan ini dibagi dalam tiga fase yang tumpang tindih pada status
fungsional pasien. Aturan dan perhatian para ginekolog secara gradual
berkembang sejalan dengan pergerakan pasien dari satu fase ke fase lainnya.
Fase pertama, stabilisasi perioperatif,
menggambarkan perhatian para ahli bedah terhadap permulaan fungsi fisiologi
normal, utamanya sistem respirasi, kardiovaskuler, dan saraf. Pada pasien yang
berumur lanjut, akan memiliki komplikasi yang lebih banyak, dan prosedur
pembedahan yang lebih kompleks, serta periode waktu pemulihan yang lebih
panjang. Periode ini meliputi pemulihan dari anesthesia dan stabilisasi
homeostasis, dengan permulaan intake oral. Biasanya periode
pemulihan 24-28 jam.
Fase kedua, pemulihan postoperatif,
biasanya berakhir 1-4 hari. fase ini dapat terjadi di rumah sakit dan di rumah.
Selama masa ini, pasien akan mendapatkan diet teratur, ambulasi, dan
perpindahan pengobatan nyeri dari parenteral ke oral. Sebagian besar komplikasi
tradisional postoperasi bersifat sementara pada masa ini. Fase terakhir dikenal
dengan istilah “kembali ke normal”, yang berlangsung pada 1-6 minggu terakhir.
Perawatan selama masa ini muncul secara primer dalam keadaan rawat jalan.
Selama fase ini, pasien secara gradual meningkatkan kekuatan dan beralih dari
masa sakit ke aktivitas normal.
2.4. Cara Menjahit dan Merawat Luka
Merawat dan Menjahit Luka
2.4.1. Pengertian
Luka
Secara definisi suatu luka adalah
terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau
pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis,
sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Luka adalah rusaknya
kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan
yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1.
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2.
Respon stres simpatis
3.
Perdarahan dan pembekuan darah
4.
Kontaminasi bakteri
5.
Kematian sel
Sedangkan klasifikasi berdasarkan
struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan
epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan
dermis; dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan
lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang. Berdasarkan proses penyembuhan,
dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
1. Healing by primary
intention
Tepi luka bisa menyatu kembali,
permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada jaringan yang
hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian internal ke ekseternal.
2. Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang
hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari pembentukan jaringan
granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.
3. Delayed primary healing (tertiary
healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat,
biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan penutupan luka secara
manual.
Berdasarkan klasifikasi berdasarkan
lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu: akut dan kronis. Luka
dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3 minggu.
Sedangkan luka kronis adalah segala
jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6
minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan
berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan
luka kronis jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing)
atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi.
2.4.2. Mekanisme
terjadinya luka
1.
Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh
instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih
(aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang
luka diikat (Ligasi)
2.
Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu
tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan
bengkak.
3.
Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan
dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4.
Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda,
seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5.
Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam
seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6.
Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ
tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar.
7.
Luka Bakar (Combustio)
2.4.3. Menurut
tingkat Kontaminasi terhadap luka :
1. Clean Wounds (Luka bersih)
Yaitu luka bedah tak terinfeksi yang
mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem
pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya
menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup
(misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi)
Merupakan luka pembedahan dimana
saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,
kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3%
– 11%.
2.4.4. Proses
Penyembuhan Luka
1.
Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana
bisa terjadi tumpang tindih (overlap)
2.
Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang
rusak serta penyebab luka tersebut
3.
Fase penyembuhan luka :
a. Fase inflamasi :
v. Hari ke 0-5
v. Respon segera setelah terjadi
injuri
v. Pembekuan darah
v.
Untuk mencegah kehilangan darah
v. Karakteristik : tumor, rubor,
dolor, color, functio laesa
v. Fase awal terjadi haemostasis
v. Fase akhir terjadi
fagositosis
v. Lama fase ini bisa singkat
jika tidak terjadi infeksi
b. Fase proliferasi or epitelisasi
v. Hari 3 – 14
v. Disebut juga dengan
fase granulasi adanya pembentukan jaringan
granulasi pada luka
v. Luka nampak merah segar, mengkilat
v. Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi :
Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin and
hyularonic acid
v. Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai
dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian luka
v. Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka
insisi
c. Fase maturasi atau remodelling
v. Berlangsung dari beberapa minggu sampai dengan 2
tahun
v. Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk
luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
v. Terbentuk jaringan parut (scar tissue)
v. 50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya
v. Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas
selular and vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan
2.4.5. Faktor
yang mempengaruhi proses penyembuhan luka
·
Status Imunologi
·
Kadar gula darah (impaired white cell function)
·
Hidrasi (slows metabolism)
·
Nutriisi
·
Kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid
osmotic pressure – oedema)
·
Suplai oksigen dan vaskularisasi
·
Nyeri (causes vasoconstriction)
·
Corticosteroids (depress immune function)
2.4.6. Pemilihan
Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings)
secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua
dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil
penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang
dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang
optimal untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari
teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
1. Mempercepat
fibrinolisis
Fibrin
yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan
sel endotel dalam suasana lembab.
2.
Mempercepat angiogenesis
Dalam
keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan
pembuluh darah dengan lebih cepat.
3. Menurunkan resiko infeksi
Kejadian infeksi ternyata relatif
lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering.
4. Mempercepat pembentukan Growth factor
Growth factor berperan pada proses penyembuhan
luka untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen
tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
5. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif
Pada keadaan lembab, invasi netrofil
yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih
dini.
2.4.7. Perawatan
Luka Bersih
Perawatan luka bertujuan untuk
meningkatkan proses penyembuhan jaringan juga untuk mencegah infeksi. Luka yang
sering ditemui oleh bidan di klinik atau rumah sakit biasanya luka yang bersih
tanpa kontaminasi misal luka secsio caesaria, dan atau luka operasi lainnya.
Perawatan luka harus memperhatikan teknik steril, karena luka menjadi port de
entre nya mikroorganisme yang dapat menginfeksi luka.
A. 1. PERSIAPAN :
- Mencuci tangan
- Menyiapkan alat-alat
dalam baki/trolley
- Alat Steril dalam bak
instrumen ukuran sedang tertutup:
·
Pinset anatomis (2 buah)
·
Pinset chirurgis (2 buah)
·
Handscoon steril
·
Kom steril (2 buah)
·
Kassa dan kapas steril secukupnya
·
Gunting jaringan/ Gunting Up Hecting (jika diperlukan)
- Alat Lain:
·
Gunting Verband/plester
·
Plester
·
Nierbekken (Bengkok)
·
Lidi kapas
·
Was bensin
·
Alas / Perlak
·
Selimut Mandi
·
Kapas Alkohol dalam tempatnya
·
Betadine dalam tempatnya
·
Larutan dalam botolnya (NaCL 0,9%)
·
Lembar catatan klien
- Setelah lengkap bawa
peralatan ke dekat klien
2. MELAKUKAN PERAWATAN LUKA
- Persiapan :
a. Mencuci tangan
b. Lakukan inform consent lisan pada
klien/keluarga dan intruksikan klien untuk tidak menyentuh area luka atau
peralatan steril.
c. Menjaga privacy dan kenyamanan klien
dan mengatur kenyamanan klien
d. Atur posisi yang nyaman bagi klien
dan tutupi bagian tubuh selain bagian luka dengan selimut mandi.
e. Siapkan plester untuk fiksasi (bila
perlu)
f. Pasang alas/perlak
g. Dekatkan nierbekken
h. Paket steril dibuka dengan benar
i. Kenakan sarung tangan sekali pakai
j. Membuka balutan lama
- Kaji Luka:
Jenis,
tipe luka, luas/kedalaman luka, grade luka, warna dasar luka, fase proses
penyembuhan, tanda-tanda infeksi perhatikan kondisinya, letak drain, kondisi
jahitan, bila perlu palpasi luka denga tangan
non dominan untuk mengkaji ada tidaknya puss.
non dominan untuk mengkaji ada tidaknya puss.
- Membersihkan luka:
a.
Larutan NaCl/normal salin (NS) di tuang ke kom kecil ke 1
b.
Ambil pinset, tangan kanan memegang pinset chirurgis dan
tangan kiri memegang pinset anatomis ke-2
c.
Membuat kassa lembab secukupnya untuk membersihkan luka
(dengan cara memasukkan kapas/kassa ke dalam kom berisi NaCL 0,9% dan
memerasnya dengan menggunakan pinset)
d.
Lalu mengambil kapas basah dengan pinset anatomis dan
dipindahkan ke pinset chirurgis
e.
Luka dibersihkan menggunakan kasa lembab dengan kassa
terpisah untuk sekali usapan. Gunakan teknik dari area kurang terkontaminasi ke
area terkontaminasi.
- Menutup Luka
a.
Bila sudah bersih, luka dikeringkan dengan kassa steril
kering yang diambil dengan pinset anatomis kemudian dipindahkan ke pinset
chirurgis di tangan kanan.
b.
Beri topikal therapy bila diperlukan/sesuai indikasi
c.
Kompres dengan kasa lembab (bila kondisi luka basah) atau
langsung ditutup dengan kassa kering (kurang lebih 2 lapis)
d.
Kemudian pasang bantalan kasa yang lebih tebal
e.
Luka diberi plester secukupnya atau dibalut dengan pembalut
dengan balutan yang tidak terlalu ketat.
f.
Alat-alat dibereskan
g.
Lepaskan sarung tangan dan buang ke tong sampah
h.
Bantu klien untuk berada dalam posisi yang nyaman
i.
Buang seluruh perlengkapan dan cuci tangan
3.
DOKUMENTASI
- Hasil observasi luka
- Balutan dan atau drainase
- Waktu melakukan penggantian balutan
- Respon klien
B. 1. Perawatan Luka Basah
Balutan basah kering adalah tindakan
pilihan untuk luka yang memerlukan debridemen (pengangkatan benda asing atau
jaringan yang mati atau berdekatan dengan lesi akibat trauma atau infeksi
sampai sekeliling jaringan yang sehat)
Indikasi : luka bersih yang terkontaminasi dan
luka infeksi yang memerlukan debridement
·
Tujuan :
1. Membersihkan luka terinfeksi dan
nekrotik
2. Mengabsorbsi semua eksudat dan
debris luka
3. Membantu menarik kelompok kelembapan
ke dalam balutan
·
Persiapan alat :
1.
Bak balutan steril, berisi :
- Kapas balut atau kasa persegi
panjang
- Kom kecil 2 buah
- 2 pasang pinset (4 buah) atau
minimal 3 buah (2 cirurgis dan 1 anatomis)
- Aplikator atau spatel untuk
salaep jika diperlukan
- Sarung tangan steril jika
perlu
2. Perlak dan pengalas
3.
Bengkok 2 buah
- Bengkok 1berisi desinfektan 0,5 % untuk merendam alat
bekas
- Bengkok 2 untuk sampah
4. larutan Nacl 0,9 %
5. Gunting plester dan sarung tangan
bersih
6. Kayu putih dan 2 buah kapas lidi
·
Prosedur :
1. Jelaskan prosedur yang akan
dilakuakan
2. Dekatkan peralatan di meja yang
mudah dijangkau perawat
3. Tutup ruangan sekitar tempat tidur
dan pasang sampiran
4. Bantu klien pada posisi nyaman. Buka
pakaian hanya pada bagian luka dan instruksikan pada klien supaya tidak
menyentuh daerah luka atau peralatan
5. Cuci tangan
6. Pasang perlak pengalas di bawah area
luka
7. Pakai sarung tangan bersih, lepaskan
plester dengan was bensin menggunakan lidi kapas, ikatan atau balutan. Lepaskan
plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan sejajar kulit
dan mengarah pada balutan. Jika masih terdapat bekas plester di kulit bersihkan
dengan kayu putih
8. Angkat balutan kotor perlahan-lahan
dengan menggunakan pinset atau sarung tangan, pertahankan permukaan kotor jauh
dari penglihatan klien. Bila terdapat drain angkat balutan lapis demi lapis
9. Bila balutan lengket pada luka
lepaskan dengan menggunakan normal salin ( NaCl 0,9 % )
10. Observasi karakter dari jumlah
drainase pada balutan
11. Buang balutan kotor pada sampah,
hindari kontaminasi permukaan luar kantung, lepaskan sarung tangan dan simpan
pinset dalam bengkok yang berisi larutan desinfektan
12. Buka bak steril, tuangkan larutan
normal salin steril ke dalam mangkok kecil. Tambahkan kassa ke dalam
normal salin
13. Kenakan sarung tangan steril
14. Inspeksi keadaan luka, perhatikan
kondisinya, letak drain, integritas jahitan atau penutup kulit dan karakter
drainase ( palpasi luka bila perlu dengan bagian tangan yang nondominan yang
tidak akan menyentuh bahan steril )
15. Bersihkan luka dengan kapas atau
kassa lembab yang telah dibasahi normal salin. Pegang kassa atau kapas yang
telah dibasahi dengan pinset. Gunakan kassa atau kapas terpisah untuk setiap
usapan membersihkan. Bersihkan dari area yang kurang terkontaminasi ke area
terkontaminasi
16. Pasang kassa yang lembab tepat pada
permukaan kulit yang luka. Bila luka dalam maka dengan perlahan buat kemasan
dengan menekuk tepi kasa dengan pinset. Secara perlahan masukan kassa ke dalam
luka sehingga semua permukaan luka kontak dengan kassa lembab
17. Luka ditutup dengan kassa kering.
Usahakan serat kassa jangan melekat pada luka. Pasang kassa lapisan kedua
sebagai lapisan penerap dan tambahkan lapisan ketiga
18. Luka difiksasi dengan plester atau
dibalut dengan rapi,
19. Lepaskan sarung tangan dan buang ke
tempat yang telah disediakan, dan simpan pisnet yang telah digunakan pada
bengkok perendam
20. Bereskan semua peralatan dan bantu
pasien merapikan pakaian, dan atur kembali posisi yang nyaman
21. Cuci tangan setelah prosedur
dilakukan
22. Dokumentasikan hasil, observasi
luka, balutan dan drainase, termasuk respon klien
Perhatian :
- Pengangkatan balutan dan pemasangan
kembali balutan basah kering dapat menimbulkan rasa nyeri pada klien
- Perawat harus memberikan analgesi
dan waktu penggantian balutan sesuai dengan puncak efek obat
- Pelindung
mata harus digunakan jika terdapat resiko adanya kontaminasi ocular seperti
percikan dari luka
C.1. Menjahit Luka
Penutupan luka atau penjahitan luka
mengacu kepada pendekatan jaringan untuk memulihkan anatomi normal setelah
pembedahan atau trauma. Tujuan penutupan luka adalah mempercepat penyembuhan
dan memulihkan fungsi sementara memperkecil risiko infeksi dan pembentukan
jaringan parut.
Penjahitan
luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan benang sampai
sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.Jahitan digunakan untuk
hemostasis atau untuk menghubungkan struktur anatomi yang terpotong
(Sabiston,1995).
2. Persiapan Alat dan Bahan
1. Pisau bedah
2. Dissecting scissors (gunting bedah)
3. Suture scissors (gunting benang)
4. Needle holders, Fungsi untuk memegang jarum penjahit
5. Suture needles ( jarum )
6. Towel clamps, fungsi untuk menjepit dan menahan
jaringan
7. Benang
8. Cairan desifektan : povidon-iodidine 10 % (bethadine
)
9. Cairan NaCl 0,9% dan perhydrol 5 % untuk mencuci luka.
10. Anestesi lokal lidocain 2%.
11.Sarung tangan steril
12. Kasa steril
3. PELAKSANAAN
1. Rambut sekitar tepi luka dicukur
sampai bersih.
2. Kulit dan luka didesinfeksi dengan
cairan bethadine 10%, dimulai dari bagian tengah kemudian menjauh dengan
gerakan melingkar.
3. Daerah operasi dipersempit dengan
duk steril, sehingga bagian yang terbuka hanya bagian kulit dan luka yang akan
dijahit.
4. Dilakukan anestesi local dengan
injeksi infiltrasi kulit sekitar luka.
5. Luka dibersihkan dengan cairan
perhydrol dan dibilas dengan cairan NaCl.
6. Jaringan kulit, subcutis, fascia
yang mati dibuang dengan menggunakan pisau dan gunting.
7. Luka dicuci ulang dengan perhydrol
dan dibilas dengan NaCl.
8. Jaringan subcutan dijahit dengan
benang yang dapat diserap yaitu plain catgut secara simple interupted suture.
Kulit dijahit benang yang tak dapat diserap yaitu silk.
Simple interupted suture/Jahitan Simpul Tunggal
Indikasi: pada semua luka
Dilakukan sebagai berikut:
·
Jarum ditusukkan pada kulit sisi pertama dengan sudut
sekitar 90 derajat, masuk subcutan terus kekulit sisi lainnya.
·
Perlu diingat lebar dan kedalam jaringan kulit dan subcutan
diusahakan agar tepi luka yang dijahit dapat mendekat dengan posisi membuka
kearah luar (everted)
·
Dibuat simpul benang dengan memegang jarum dan benang diikat.
·
Penjahitan dilakukan dari ujung luka keujung luka yang lain.
BAB III
Penutup
3.1.
Kesimpulan
Masalah selama operasi bisa muncul sewaktu waktu selama tindakan pembedahan. Komplikasi yang seringkali muncul adalah hipotensi, hipotermi dan hipertermi maligna.
Luka adalah terputusnya kontinuitas
suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan. Luka adalah rusaknya
kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan
yang rusak atau hilang. Penutupan luka atau penjahitan luka
mengacu kepada pendekatan jaringan untuk memulihkan anatomi normal setelah
pembedahan atau trauma.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi.
2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika
Bobak,
K. Jensen. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Dudley
HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan Bedah.
Jakarta: EGC
Effendy,
Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi.
Yogyakarta: Sahabat Setia.
Potter
& Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Referensi :
Luka dan Perawatannya (Ismail S.Kep, Ns, M.Kes), Manajemen Luka (Moya J.
Morison, 2003).
http://makalah-kesehatan-online.blogspot.com/2009/01/konsep-dasarkeperawatan-
perioperatif.html, di akses 16 Mei 2011
0 komentar:
Posting Komentar